TEORI PRAKTIK SOSIAL PIERRE BOURDIEU
TEORI PRAKTIK SOSIAL PIERRE BOURDIEU
Pierre
Felix Bourdieu merupakan tokoh sosiologi kultural berkewarganegaraan Prancis
yang sangat berpengaruh pada abad ke-20. Bourdieu lahir di desa kecil yang
bernama Denguin, Prancis pada 1 Agustus 1930 dan wafat pada 23 Januari 2002 di Paris, Prancis. Bourdieu menempuh pendidikan di Perguruan
Tinggi Ecole Normale Superieure (ENS) di bidang filsafat pada tahun 1950, kemudian
beliau melanjutkan dinas militer dan mengajar di Aljazair pada tahun 1958. Bourdieu
mempelajari Aljazair bukan karena alasan politik namun, karena termotivasi oleh
kajian kemasyarakatan yang kemudian mempengaruhi sebuah jurnal karya beliau
yang berjudul “Sosiologie de l’Agerie”. Bourdieu menerbitkan sebuah buku yang berjudul “The Weight
of The World” yang menceritakan tentang penderitaan sosial di Prancis
karena kebijakan neoliberalisme pemerintahan sosialis. Pemikiran Pierre
Bourdieu banyak dipengaruhi oleh banyak tokoh diantaranya Aristoteles, Emile
Durkheim, Max weber, Jeane Paul, Sartre, Huserl, Martin Heidegger, Michel
Foucault, Hegel, Thomas, dan Karl Marx. Dalam teorinya beliau menggunakan lima
konsep utama yaitu, konsep habitus, arena (field), kekerasan simbolik (symbolic
violence), modal (capital) serta strategi (modal). Pemikiran Bourdieu
memberikan pengaruh yang besar dalam ilmu sosial, khususnya dalam kajian budaya.
Dalam Teori Praktik Bourdieu atau “Teori
Gado-Gado” terdapat konsep penting, salah satunya ialah konsep Habitus. Penulis
mengenal konsep habitus dari buku Teori Sosiologi Modern edisi keenam
oleh George Ritzer-Douglas J. Goodman (2004) yang menjelaskan bahwa habitus
merupakan struktur yang distrukturkan oleh dunia sosial. Bourdieu mendefinisikan
habitus sebagai sistem diposisi yang berlangsung lama serta berubah-ubah yang
memiliki fungsi sebagai generasi bagi praktik-praktik yang terpadu secara
objektif dan terstruktur. Dalam praktiknya habitus memiliki rumus yaitu (Habitus
x Modal) + Ranah = Praktik. Menurut pemahaman penulis, habitus merupakan suatu
kebiasaan yang sudah melekat dan dilakukan secara berulang-ulang oleh agen atau
aktor dalam kehidupan sehari-hari. Pemikiran dari Bourdieu juga memberikan kita
sebuah refleksi untuk memahami gejala sosial kemasyarakatan yang mana, kita
sendiri secara tidak sadar telah melakukan kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang
atau yang sering dikenal dengan konsep habitus. Dalam praktiknya konsep habitus
tidak dapat berdiri sendiri sehingga membutuhkan peran dari ranah atau arena
dan modal, terlihat diantara ketiga konsep tersebut memiliki keterkaitan yang
sangat erat dalam melakukan praktik.
Contoh
implementasi dari konsep habitus dalam praktik sosial, penulis akan memberikan
contoh berdasarkan pengalaman pribadi. Penulis memiliki salah satu hobi bermain
alat music hadroh. Sejak bangku sekolah dasar penulis sering mendengarkan dan
mengikuti latihan rutin hadroh di TPQ maupun UKM di sekolah. Bahkan hingga saat
ini penulis masih mengikuti ekstakulikuler hadroh di Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga. Dengan mengikuti ekstrakulikuler tersebut dapat menjadi salah
satu tempat mengasah bakat dan mengantarkan penulis menjadi pemain alat music hadroh
yang dapat mengkolaborasikan dengan alat music tradisional dan alat music kontemporer.
Dari contoh implemetasi tersebut, konsep habitus terletak pada kebiasaan penulis
mengikuti latihan rutin hadroh sejak bangku sekolah dasar. Arena disini
dicontohkan dengan TPQ dan di sekolah, serta modal atau kapital disini adalah
keahlian penulis dalam memainkan alat music hadroh yang didapat karena rutin
mengikuti latihan serta UKM. Disini terbukti bahwa ketiga konsep tersebut
(habitus+ranah+modal) memiliki keterkaitan yang sangat erat sehingga konsep
habitus dapat berjalan dengan baik dalam praktik sosial.
Referensi:
Krisdinanto, Nanang. “Pierre Bourdieu,
Sang Juru Damai”. Jurnal Kanal. Vol. 2 No. 2. Maret 2014.
Ritzer, G. Dan Douglas J.
Goodman.(2004) . Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial
Postmodern (Sociological Theory). Yogyakarta: Kreasi Wacana.
Komentar
Posting Komentar